Wednesday, April 16, 2014

Membangun Kecerdasan Moral Siswa sebagai Landasan Pembentukan Karakter



Menumbuhkan kecerdasan moral pada seseorang sangat penting agar terwujud karakter yang baik membuat manusia berkualitas. Karakter sebagai kemampuan melakukan apa yang memang semestinya dilakukan tanpa merencanakan tindakan sebelumnya (suatu tindakan spontanitas dengan tujuh kebajikan utama sebagai landasan tindakan). Pertama empati kemampuan untuk merasakan keadaan untuk mengerti dan merupakan suatu subsitusi diri sendiri pada diri orang lain.  Kedua, hati nurani menentukan baik buruk hal ini merupakan kesadaran moral yang sudah timbul dan berkembang atau penerapan kesadaran moral tindakan etis yang tertentu dalam segala situasi.  Ketiga, kontrol diri merupakan pengendalian pikiran dan tindakan agar dapat menahan dorongan dari dalam maupun dari luar sehingga dapat bertindak dengan benar, keempat rasa hormat menghargai orang lain dengan berlaku baik dan sopan. Kelima kebaikkan hati menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan dan perasaan orang lain. Keenam toleransi menghormati martabat dan hak semua orang, meskipun keyakinan dan perilaku mereka berbeda dengan kita dan ketujuh keadilan yakni berpikir terbuka serta bertindak adil dan benar. Tujuh kebajikan utama dibutuhkan untuk melakukan tindakan benar sebagai langkah untuk menghadapi berbagai tekanan yang bertentangan dengan etika.
Key word: kecerdasan moral, empati, hati nurani, kontrol diri, rasa hormat, kebaikkan hati, toleransi, keadilan, etika
I.                   PENDAHULUAN
Bila kita ajukan pertanyaan kepada para orang tua, pentingkah para guru  menyisipkan pendidikan nilai etika, moral, sopan santun? Pada umumnya mereka akan merespon positif artinya setuju sepenuhnya. Hal ini dapat dipahami bahwa tingkah laku anak manusia dikendalikan oleh aturan-aturan tertentu (regulated behavior). Etika, moral, sopan santun, pertama beretika untuk melakukan sesuatu harus melakukan orientasi maka akan tahu arah tujuan dan bertindak, moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia yang berhubungan dengan nilai norma moral sebagai tolok ukur untuk menentukan betul-salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik buruknya sebagai manusia. Norma-norma ini bersifat umum yakni norma sopan santun, norma hukum dan norma moral. Norma sopan santun menyangkut sikap lahiriah dapat mengungkap sikap hati dan karena itu mempunyai kualitas moral, norma hukum dituntut tegas oleh masyarakat untuk menjamin tertib umum.
Kecerdasan moral dan karakter anak terbentuk dari berbagai macam pola. Diantaranya adalah lingkungan disekitarnya. Beberapa hal yang memperngaruhi pola karakter dan perilaku moral anak dari tiga lingkungan utama yakni: lingkungan rumah, lingkungan sekolah, dan lingkungan teman sebaya. Anak memiliki naluri dan keyakinan masih lemah serta kepekaan moral yang kurang, hal ini membuat anak mengalami hambatan dalam bertindak sebagai kesadaran moral. Kesadaran moral atau kesadaran etis pada perkembangannya memerlukan pendidikan berupa teladan, penyuluhan dan bimbingan, akan berfungsi sebagai tindakan konkret untuk memberi putusan terhadap tindakan tertentu tentang baik-buruknya.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Dasar (SD) harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
II.     PEMBAHASAN
Landasan Moral
Landasan moral (akhlak) dalam proses kegiatan pendidikan, merupakan salah satu kunci keberhasilan membina, memberdayakan, dan ‘menciptakan’ SDM yang berkualitas, terutama kualitas akhlaknya. Peletakan landasan moral ini sangat strategis dan bermakna, karena kepribadian individu harus berakar pada ‘akhlak mulia’ yang sudah pasti membawa kebahagiaan bagi yang bersangkutan.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu tujuh dosa fatal, yaitu jika“education without character”(pendidikan tanpa karakter). Dr. Martin Luther King mengatakan pendidikan plus karakter….itu adalah tujuan akhir dari pendidikan sebenarnya).  Theodore Roosevelt berpendapat: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang pada aspek kecerdasan otak dan tanpa aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat pendidikan).
Menghindari tantangan tekanan etika dikehidupannya kelak anak, dibutuhkan kebajikan-kebajikan utama yang akan melindungi agar anak tetap berada di jalan yang benar. Semua dapat diajarkan, dicontohkan, disadarkan, serta  akan mendorong anak mencapai sikap baik seumur hidup, dengan tujuh kebajikan utama yakni: (1) empati; (2) hati nurani; (3) kontrol diri; (4) rasa hormat; (5) kebaikan hati; (6) toleransi dan (7) keadilan.
Pertama, empati merupakan inti emosi moral yang mengartikan bahwa memahami perasaan orang lain membuat anak peka atas kebutuhan untuk terdorong menolong orang lain dengan beberapa hal berkenaan dengan empati: (1) indikasi dengan kecerdasan atau seolah mengalami sendiri dengan perasaan, berpikir tentang perilaku orang lain; (2) lukisan besar itu menggambarkan pantulan diri sendiri.
Hasrat ingin menolong, meringankan beban perasaan dan masalah orang lain mengenai berbagai hal. Bila seseorang semakin empati, mereka semakin mendukung prinsip tindakan moral.  Emosi moral yang kuat mendorong bertindak benar karena dengan melihat kesusahan orang lain sehingga mencegahnya melakukan tindakan yang dapat melukai orang lain.  Empati berjalan terus menerus terlibat dalam pertimbangan moral, sebab merupakan dilema moral yang melibatkan korban untuk mendapatkan pertolongan berupa tindakan, sebagai dasar tingkah laku yang sesuai norma
Setiap orang memiliki tingkatan empati tidak sama, hal ini karena adanya perbedaan perasaan atau keadaan jiwa masing-masing orang yang tidak sama, perbedaan ini karena dipengaruhi oleh latar belakang dari kehidupan orang itu.
Telaah yang dilakukan oleh Shotland dan Huston (1979) mengidentifikasikan lima karakteristik utama yang mengarahkan pada empati. Empati merupakan kejadian darurat seperti: (1) sesuatu terjadi secara tiba-tiba dan yang tidak terduga; (2) ada ancaman bahaya yang jelas terhadap korban; (3) tindakan yang membahayakan korban cenderung meningkat bila tidak ada campur tangan seseorang; (4) korban tak berdaya dan membutuhkan bantuan orang lain; (5) ada beberapa kemungkinan cara campur tangan yang efektif .
Mengembangkan empati dan kepedulian mampu menempatikan diri dalam posisi orang lain, dan menyadari apa yang dirasakan oleh orang lain yang mengalami kesedihan. Mereka yang mempunyai kemampuan empati kuat cenderung tidak begitu agresif dan rela terlibat dalam perbuatan yang lebih  prososial serta memiliki kemampuan yang lebih  besar untuk menjalin hubungan yang akrab dengan teman. Apabila mereka berbuat sesuatu sehubungan dengan perbedaan yang mereka rasakan dengan tindakan sosial yang nyata, mereka dianggap telah betul-betul menguasai keterampilan EQ (Emotional Quotient), yaitu empati sebagai dasar keterampilan sosial, secara alamiah sudah ada pada sebagian besar anak.
Anak yang dibesarkan pada lingkungan peduli dan kasih sayang kepada orang lain, maka terbentuk suatu dorongan secara alami pada diri anak untuk membantu dan memahami orang lain, mereka dapat lebih  sering dan lebih  konsisten menunjukkan perilaku empati.
Kedua, hati nurani adalah suara hati atau kesadaran moral sebagai pengetahuan yang menentukan ada baik dan buruk, hal ini untuk memilih jalan yang benar agar tetap berada jalur yang bermoral; membuat dirinya bersalah ketika menyimpang dari jalur yang semestinya.  Hati nurani merupakan penerapan kesadaran moral tindakan etis yang tertentu dalam segala situasi haruslah menggunakan pertimbangan untuk pengambilan keputusan. Suara hati selalu jujur dalam memberikan putusan menurut keyakinannya. Tiap kali tindakan etis terjadi hati nurani sebagai tuntunan untuk melakukan yang benar. Ada 3 cara kerja suara hati: (1) kesadaran bahwa ada baik dan ada yang buruk (kesadaran moral); (2) orang bertindak secara etis, sebagai tindakan konkret dan (3) sesudah ada tindakan kemudian menentukan putusan yang baik, maka jadikan hati nurani sebagai pembimbingmu.
Membedakan hal yang benar dan yang salah merupakan landasan yang kuat bagi kehidupan yang baik, kehidupan bermasyarakat yang baik, serta perilaku etika yang berkaiatan dengan moralitas. Melakukan kebaikan itu suatu keharusan, hal ini demikian dalam tertanam pada hati manusia, sehingga tidak terlepas dari kesadaran etis. Jadi kesadaran etis pada hakekatnya tidak hanya sadar akan adanya baik dan buruk, tetapi sadar pula, bahwa orang harus berbuat baik. Tindakan baik wajib sebagai tuntunan suara hati dan tanggungjawab tindakan sesuai dengan penerangan dan suara hati.
Suara hati harus dididik, pengaruh pendidikan baik informal maupun formal dengan demikian dapat mengembangkan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan sikap moral. Mendidik suara hati berarti bersikap terbuka, mau belajar, mau mengerti seluk-beluk masalah yang sedang dihadapi, mau memahami pertimbangan-pertimbangan etis yang tepat.
Fenomena suara hati merupakan suatu kesadaran dengan segala keanehan dan keterbatasan, oleh karena itu suara hati tidak mutlak benar. Kesadaran mutlak terikat oleh Allah sebagai saksi, sehingga jika penilaian keliru maka kesadaran Allah sebagai kemutlakan tuntunan untuk melakukan kewajiban kesadaran moral.
Kemampuan untuk mendengarkan suara hati dan untuk bertindak sesuai dengan Nya tergantung pembebasan diri dari penguasaan emosi dan dorongan irrasional yang terus menerus merongrong kesatuan jiwa. Untuk tidak terombang-ambing oleh segala emosi, nafsu perasaan dangkal, perlu pengembangan sikap-sikap yang akan membentuk kepribadian lebih  kuat, lebih  otonom, lebih  mampu untuk menjalankan tanggungjawab. Jadi sanggup mendengar suara hati untuk membimbing kearah mana yang betul-betul bernilai pada tanggungjawab sebagai manusia, adalah kata jawa “rasa” atau perasaan.
Mengembangkan rasa merupakan unsur penting dalam pendidikan tradisional Jawa. Untuk itu dengan rasa dimaksud untuk “merasakan” segala demensi hidup, dari perasaan jasmani indrawi, melalui penghayatan suatu hubungan interpersonal sampai kesadaran batin akan kenyataan sebenarnya. Dari tingkat rasa kepribadian seseorang dapat diketahui, dengan rasa yang mendalam menunjukkan bahwa seseorang telah sampai ke demensi realitas yang sebenarnya dan menempatkan dirinya sesuai dengan keselarasan realitas seluruhnya, mengalir sikap yang tepat terhadap hidup, terhadap masyarakat dan terhadap kewajiban dan tanggungjawab.
Dalam filsafat Jawa “rasa” merupakan sikap moral dasar yang dilandasi suara hati seseorang, mencapai rasa yang mendalam berarti bahwa seseorang selalu memilih yang baik dan benar, maka ia sanggup bertindak semata-mata dengan melihat pada tanggungjawabnya.
Ketiga, kontrol diri suatu mengendalian pikiran dan tindakan agar dapat menahan dorongan dari dalam maupun luar sehingga dapat bertindak dengan benar, sebagai kebajikan utama berperilaku moral berdasarkan pikiran dan hati nurani. kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya. Kontrol diri diperlukan guna membantu individu dalam mengatasi kemampuannya yang terbatas dan membantu mengatasi berbagai hal merugikan yang dimungkinkan berasal dari luar. kontrol diri merupakan kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri dalam artian kemampuan seseorang untuk menekan atau merintangi impuls- impuls atau tingkah laku impulsif.
Kontrol diri adalah individu-individu yang diatur oleh proses-proses fisik, psikologis dan perilaku seseorang. Di mana kontrol diri ini penting untuk dikembangkan karena individu tidak hidup sendiri melainkan bagian dari kelompok masyarakat. Individu mempunyai kebutuhan untuk memuaskan keinginan dan kebutuhannya, sehingga agar tidak mengganggu dan melanggar kenyamanan dan keselamatan orang lain, individu harus mengontol perilakunya. Kedua, masyarakat menghargai kemampuan, kebaikan yang dimiliki individu sehingga dapat diterima masyarakat lainnya, kontrol diri menggambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitifnya untuk menyatakan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti apa yang dikehendaki. Hal ini berarti kontrol diri untuk memahami keseluruhan khazanah pengungkapan diri baik yang positif maupun negatif sehingga individu menyadari apa yang bisa membangkitkan ekspresi-ekspresi positif maupun negatif di dalam dirinya. Jika individu mampu menghindari situasi-situasi yang dapat memicu sifat-sifat negatif berarti individu tidak membiarkan diri menyerah pada kecenderungan-kecenderungan untuk bereaksi secara negatif ketika individu menghadapi realitas keras dalam hidupnya.
Individu dalam mengontrol perilaku melibatkan tiga hal yaitu, (1) memilih dengan sengaja; (2) pilihan antara dua perilaku yang bertentangan, dalam artian satu pihak perilaku menawarkan kepuasan dengan segera, sedangkan perilaku yang lain menawarkan ganjaran jangka panjang; (3) memanipulasi stimulus, agar satu perilaku yang kurang mungkin dilakukan dapat dilakukan dengan perilaku lain yang lebih mungkin dilakukan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri terdiri dari faktor eksternal dan internal. Dimana faktor eksternal, salah satunya terdapat dalam keluarga, dalam lingkungan keluarga terutama orangtua akan menentukan bagaimana kemampuan mengontrol diri seseorang. Pola asuh orangtua dalam menerapkan sikap disiplin kepada anaknya secara intens sejak dini dan orangtua bersikap konsisten terhadap semua konsekuensi yang dilakukan anak bila ia menyimpang dari yang sudah ditetapkan, maka sikap konsistensi ini akan diinternalisasi oleh anak dan kemudian akan menjadi kontrol diri bagi anak. Orangtua dalam hal ini menempati posisi penting dan sangat menentukan pembentukan kepribadian anak. Dengan kata lain, baik buruknya anak ditentukan oleh cara atau perilaku orangtua. Faktor internal yang turut andil dalam kemampuan mengontrol diri adalah usia. Semakin bertambah usia seseorang maka semakin baik kemampuan mengontrol dirinya. Selain itu kematangan juga mempengaruhi kontrol diri. Salah satunya adalah kemasakan kognitif, kematangan kognitif yang terjadi selama masa pra sekolah dan masa kanak-kanak secara bertahap akan meningkatkan kapasitas individu untuk membuat pertimbangan sosial dan mengontrol perilakunya. Di mana ketika individu beranjak dewasa akan memiliki kemampuan berpikir yang lebih kompleks.
Aspek-aspek Kontrol Diri terdapat tiga aspek kontrol diri, yaitu: pertama kontrol perilaku (behavioral control), mengontrol kognisi (cognitive control), dan mengontrol keputusan (decisional control). Kontrol perilaku adalah kemampuan untuk memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan, kemampuan kontrol perilaku adalah: (1) Kemampuan mengontrol perilaku yaitu kemampuan untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi. Individu yang dirinya baik akan mampu mengontrol perilaku, akan mampu mengontrol perilaku dengan kemampuan dirinya, bila tidak mampu maka individu akan menggunakan sumber eksternal untuk mengatasinya. (2). Kemampuan mengontrol stimulus yakni kemampuan untuk menghadapi stimulus yang tidak diinginkan dengan cara mencegah atau menjauhi sebagian dari stimulus menempatkan tenggang waktu diantara rangkaian stimulus yang berlangsung, menghentikan stimulus sebelum berakhir dan membatasi intensitas stimulus. Kontrol kognitif  yaitu kemampuan individu untuk mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasikan, menilai, atau memadukan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan. Kemampuan ini meliputi: (1) Kemampuan mengantisipasi peristiwa atau keadaan melalui berbagai pertimbangan secara relatif-objektif dan ini didukung oleh informasi yang dimilikinya.(2) Kemampuan menafsirkan peristiwa atau keadaan dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif. Kontrol dalam mengambil keputusan adalah kemampuan untuk memilih suatu tindakan berdasarkan suatu yang diyakini atau disetujui.
Kontrol pribadi dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih beberapa hal yang sama memberatkan. Dengan demikian, maka aspek-aspek dalam kemampuan mengontrol diri yang akan diukur adalah kemampuan mengontrol perilaku, kemampuan mengontrol stimulus, kemampuan mengatisipasi suatu peristiwa, kemampuan menafsirkan suatu peristiwa dan kemampuan dalam  mengambil keputusan untuk pada suatu peristiwa .
Keempat, rasa hormat berarti menghormati orang lain, rasa hormat mendorong untuk memperlakukan orang lain dengan baik.rasa hormat adalah menghargai (takzim, khidmat, sopan) dan  sepatutnyalah dilakukan seorang anak kepada orang tua; rasa hormat merupakan perbuatan yang menandakan rasa khidmat atau takzim, hal ini berkaitan erat dengan sopan santun.
Sopan-santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan sekelompok itu. Norma kesopanan bersifat relatif, artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau waktu. Contoh-contoh norma kesopanan ialah: (1) Menghormati orang yang lebih tua; (2) Menerima sesuatu selalu dengan tangan kanan; (3) Tidak berkata-kata kotor, kasar, dan sombong; (4) Tidak meludah di sembarang tempat. Salah satu konsep komunikasi antar personal yang terbaik adalah sopan santun, dalam konteks luas merupakan adat kebiasaan positif yang diterapkan dan diberlakukan dalam komunikasi masyarakat. Menerapkan sopan santun dalam kehidupan bermasyarakat atas keberadaan manusia akan selaras. Simbol keberadaban sebuah komunitas adalah sopan santun, maka keberadaan diri semakin terhormat karena masuk dalam tatanan aturan kehidupan dalam masyarakat, nilai diri tergantung pada cara bersikap dalam kehidupan.
Sopan santun merupakan pengejawantahan sikap dasar yang ada pada diri seseorang, semakin dipegang sopan santun dalam kehidupan, maka semakin tinggi kualitas pribadi seseorang. Orang-orang yang memiliki sopan santun yang tinggi dalam kehidupannya penuh rasa kasih sayang sesamanya, mereka begitu respek terhadap setiap kejadian yang ada di masyarakat. Mereka memberi perhatian ekstra terhadap orang-orang yang membutuhkan eksistensinya. Sikap hidup suka menolong orang lain juga diartikan sopan santun sebagai konsep dasar hidup bermasyarakat, sikap ini harus dikembangkan dalam keseluruhan kehidupan masyarakat .
Suatu tingkah laku yang amat populis dan nilai yang natural sebagai sopan santun,  dan sebagai sebuah konsep nilai tetapi bukan dipahami, sebuah ideologi yang memerlukan konseptualisasi. Itulah pengertian umum dari sopan santun adalah sikap seseorang terhadap apa yang ia lihat, ia rasakan, dan dalam situasi, kondisi apapun. Sikap santun yaitu baik, hormat, tersenyum, dan taat kepada suatu peraturan. Sikap sopan santun yang benar ialah lebih menonjolkan pribadi yang baik dan menghormati siapa saja. Dan mungkin semua orang sudah mengerti apa itu sopan santun, karena sifat ini telah ditanamkan sejak kecil pada diri individu tersebut. Sopan santun dapat dipengaruhi oleh apapun dan hal apa saja. Misalnya sopan santun yang buruk disebabkan oleh lingkungan yang tidak ada tata tertibnya, individu yang tak pernah mengenal pentingnya kepribadian, kurangnya pengenal sopan santun yang diajarkan oleh orang tua sejak dini, pembawaan diri individu itu sendiri. Kemudian sopan santun yang baik dapat dipengaruhi oleh latar belakang individu itu sendiri. Pendidikan yang cukup, pembawaan diri yang baik terhadap situasi apapun, tutur kata yang dijaga, terkadang faktor gen juga dapat mempengaruhi individu tersebut. Bagaimana nantinya setiap orang memiliki sikap sopan santun tetapi hanya kadarnya saja yang berbeda dan bagaimana mengembangkan sikap itu.
Kelima, kebaikkan hati atau Baik Hati adalah pribadi-pribadi yang hangat dan suka menolong hal ini menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain. Kebaikkan hatilah yang menjadikan manusia beradab, berperikemanusiaan, dan bermoral. Orang lebih  belas kasih dan tidak terlalu memikirkan diri sendiri.  Di dalam kehidupan ada banyak orang yang lugu dan baik hati. baik hati adalah etika moralitas yang paling tinggi diantara karakter manusia, orang yang berbuat banyak kebajikan, patut dikagumi. Jikalau seseorang memiliki hati yang baik, barulah bisa menyempurnakan kehidupannya sendiri. Seseorang tidak serta-merta rugi sesuatu hanya dikarenakan kebaikan hati dan perbuatan baiknya sendiri, malah sebaliknya ia akan memperoleh imbalan rejeki berkat akumulasi berkahnya. Meskipun pada hal-hal sepele di dalam kehidupan sehari-hari, orang yang baik hati juga bisa merasa gembira atas suka cita orang lain, merasa bahagia atas kebahagiaan orang lain, pada setiap saat tidak akan bergendang paha dan merugikan orang lain demi keuntungan diri sendiri. Insan yang bermoral jiwanya bertalian dengan Tuhan, di kala marabahaya senantiasa hanya keterkejutan yang dialami tapi tidak sampai membahayakan, memperoleh kemujuran dikala bencana, menjumpai kesulitan akan beralih menjadi suka-cita.. Di tengah kehendak takdir, Tuhan melindungi orang yang baik hati. Kebaikan tanpa pamrih acap kali bisa memperoleh imbalan tak terduga, ini merupakan kodrat alami dari sebab-akibat yang gilir berputar. Manusia yang baik hati seringkali membahagiakan orang lain, yang sesungguhnya juga membawa rezeki bagi dirinya sendiri. “Membantu orang lain, sama dengan membantu diri sendiri.” Perkataan ini mutlak bukan hanya berupa imbalan sebab akibat yang sederhana, melainkan adalah hal pokok menjadi seorang manusia. Biarkanlah kebajikan eksis bersamaan dengan jiwa, ini merupakan berkah besar bagi manusia. Asalkan terdapat kebajikan di dalam jiwa, tentu keceriaan akan sering hadir dalam kehidupan; asalkan terdapat kebajikan di dalam jiwa, kebahagiaan akan senantiasa mendampingi kehidupan seseorang; dengan adanya kebajikan di dalam kehidupan, barulah jiwa bisa membubung dengan tiada henti. Baik hati adalah emas di dalam kehidupan, baik hati adalah sinar kehidupan yang paling mulia di dalam karakter manusia. Hati yang baik berkilauan bagaikan emas murni, bersih dan kemilau bagaikan sari embun. Hati yang bajik pasti luas dan lapang, mampu mewadahi seluruh mahluk alam semesta, dan menciptakan kesejahteraan bagi kehidupan umat manusia. Orang yang berbuat kebaikan tanpa pamrih acap kali bisa memperoleh imbalan tak terduga, ini merupakan kodrat alami dari sebab-akibat yang gilir berputar. Manusia yang baik hati seringkali membahagiakan orang lain, yang sesungguhnya juga membawa rezeki bagi dirinya sendiri. “Membantu orang lain, sama dengan membantu diri sendiri.” Perkataan ini mutlak bukan hanya berupa imbalan sebab akibat yang sederhana, melainkan adalah hal pokok menjadi seorang manusia. Biarkanlah kebajikan eksis bersamaan dengan jiwa, ini merupakan berkah besar bagi manusia. Asalkan terdapat kebajikan di dalam jiwa, tentu keceriaan akan sering hadir dalam kehidupan; asalkan terdapat kebajikan di dalam jiwa, kebahagiaan akan senantiasa mendampingi kehidupan seseorang; dengan adanya kebajikan di dalam kehidupan, barulah jiwa bisa membubung dengan tiada henti. Baik hati adalah emas di dalam kehidupan, baik hati adalah sinar kehidupan yang paling mulia di dalam karakter manusia.
Tingkah laku meletakkan “hidup” dalam “kehidupan yang selaras”. Kebiasaan menunjukkan apa yang dilakukan, termasuk pemikiran, emosi, dan tindakan yang diambil. Kebijakan merupakan suatu hal yang membawa manusia untuk mengikuti kata hati
Keenam, toleransi adalah menghormati martabat dan hak semua orang meskipun keyakinan dan perilaku mereka berbeda, menahan diri, bersikap sabar,membiarkan orang berpendapat lain, dan berhati lapang terhadap orang-orang yang memiliki pendapat berbeda. Sikap toleran tidak berarti membenarkan pandangan yang dibiarkan itu, tetapi mengakui kebebasan serta hak-hak asasi para penganutnya.
Ada tiga macam sikap toleransi, yaitu:
a. Negatif: Isi ajaran dan penganutnya tidak dihargai. Isi ajaran dan penganutnya hanya dibiarkan saja karena dalam keadaan terpaksa.
b. Positif: Isi ajaran ditolak, tetapi penganutnya diterima serta dihargai. keyakinan pada ajaran agama Anda, tetapi penganutnya atau manusianya Anda hargai.
c. Ekumenis: Isi ajaran serta penganutnya dihargai, karena dalam ajaran mereka itu terdapat unsur-unsur kebenaran yang berguna untuk memperdalam pendirian dan kepercayaan sendiri.  
Toleransi sejati didasarkan pada sikap hormat terhadap martabat manusia, hati nurani
dan keyakinan serta keikhlasan sesama apapun agama, suku, golongan, ideologi, atau pandangannya. Seorang yang toleran berani mengadakan wawancara atau berdialog dengan sikap terbuka untuk mencari pengertian dan kebenaran dalam pengalaman orang lain, untuk
memperkaya pengalaman sendiri dengan tidak mengorbankan prinsip-prinsip yang diyakini. Bertoleransi dapat diungkapkan secara verbal, fisik, maupun kombinasi keduanya, bersikap hangat, menghargai orang sebagai kebajikan moral mengurangi kebencian, kekerasan, dan kefanatikan. Semua orang berhak mendapatkan kasih sayang, keadilan, rasa hormat meskipun tidak sependapat dengan keyakinan atau perilaku mereka.
Hidup rukun dan bertoleransi tidak berarti bahwa agama yang satu dan agama yang lainnya dicampuradukkan. Jadi sekali lagi melalui toleransi ini diharapkan terwujud ketenangan, ketertiban, serta keaktifan menjalankan ibadah menurut agama dan keyakinan masing-masing. Dengan sikap saling menghargai dan saling menghormati itu, akan terbina peri kehidupan yang rukun, tertib, dan damai. karena pengertian toleransi itu sendiri juga berarti suatu sikap perbuatan yang dilandasi oleh kasih saying sesama manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri, sudah pasti memerlukan orang lain. Contoh: sebagian rezeki kita, datang lewat rezeki orang lain. Sebagian dari keberlangsungan kehidupan kita, bergantung pada keberadaan orang lain. Sebagian dari kesuksesan adalah bertumpu kepada kesuksesan orang lain. Adakah yang bisa hidup sendiri di dunia ini tanpa orang lain?
Sikap toleran, seperti semua sifat yang terpuji, dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui pembelajaran dan pembiasaan (learning habits). Diakui, proses pembelajaran ini akan berjalan lebih cepat dan produktif bila didukung faktor bawaan dan lingkungan, yaitu keluarga dan pergaulan, baik sebagai individu maupun bangsa.
Ketujuh, keadilan Adil disini berarti keadaan yang seimbang, menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama, kalau tidak sama, maka masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proporsi terscbut berarti ketidakadilan. Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan difi, dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Keadilan dalam pengertian “simetri” dan “proporsi” termasuk dalam konsekuensi sifat Mahabijak dan Maha Mengetahui Allah. Berdasarkan ilmu-Nya yang komprehensif dan kebijaksanaan-Nya yang meyeluruh. Dia mengetahui bahwa penciptaan sesuatu meniscayakan proporsi tertentu dari berbagai undur. Dia menyusun unsur-unsur itu untuk menciptakan bangunan tersebut.
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar.
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dan masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasamya paling cocok baginya. Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan, Sunoto menyebutnya keadilan legal. Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras. Keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pcndapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dan kekayaan bersama. Berdasarkan kesadaran etis,  seseorang mendapatkan keselarasan antara hak dan kewajiban.
Dari pembahasan tersebut di atas Kecerdasan moral merupakan bagian dari manusia yang mempertajam pedoman moral manusia dan memastikan bahwa tujuan konsisten dengan pedoman moral. Kompetensi moral merupakan kemampuan untuk bertindak berdasarkan prinsip moral kita. Kompetensi emosional merupakan kemampuan untuk mengatur emosi kita dan orang lain dalam situasi tuntutan moral. Tanpa kecerdasan moral tidak ada pelatihan yang akan membawa kita pada moral kepemimpinan, disebut juga dengan otak anak kecil yang terluka. Tidak peduli seberapa keras orang tuanya berusaha untuk mengisi nilai-nilai positif, mereka benar-benar kekurangan neurologika dasar, alat untuk membedakan antara benar dan salah.
Kecerdasan moral bukan hanya penting untuk mengefektifkan tindakan manusia untuk membangun pribadi yang berkarakter kuat berkualitas, namun juga merupakan “pusat kecerdasan” bagi seluruh manusia. kecerdasan moral secara langsung mendasari kecerdasan manusia untuk berbuat sesuatu yang berguna. Kecerdasan moral memberikan hidup manusia memiliki tujuan. Tanpa kecerdasan moral, kita tidak dapat berbuat sesuatu dan peristiwa-peristiwa yang menjadi pengalaman jadi tidak berarti. Tanpa kecerdasan moral menuntun seseorang tidak tahu apa yang harus dikerjakan.
Daftar Pustaka
Alison Bernes dan Paul Thagard, Empathy ang Analogy (Waterloo: Ontario) (http:/waterloo.ca/articles/pages/empathy.html). 1997

Borba Michele, Membangun Kecerdasan Moral ( Jakarta: Perguruan Tinggi Gramedia Pustaka Utama) .2008
Franz Magnis-Suseno, Etika Dasar Masalah-masalah Pokok Filsafat Dasar (yogyakarta: Kanisius). 1991
Maurice J Elias dkk, Cara-cara Mengasuh Anak dengan EQ (Bandung: Kaifa). 2001
I R Poedjawijatna, Etika Filsafat Tingkahlaku (Jakarta: IKIP Jakarta). 1977
Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emotional Intelegence ( Jakarta: Perguruan Tinggi Gramedi Pustaka Utama). 1998



No comments: