BAB I
PENDAHULUAN
Suhu
kalor adalah dua besaran yang berbeda. Namun karena memiliki hubungan yang kuat
diantara keduanya, dalam percakapan sehari-hari keduanya sering diterjemahkan
dalam pengertian yang sama.
Bila dua system yang suhunya
berbeda-beda bersentuhan satu sama lain, maka suhu akhir yang dicapai oleh
kedua system berada diantara dua suhu permulaan tersebut. Manusia sudah lama
mencari suatu pengertian yang lebih dalam mencapai fenomena seperti itu. Sampai
keawal abad kesembilan belas, fenomena tersebut diterangkan dengan mendalilkan
bahwa suatu zat yang disebut kalorik terdapat dalam setiap benda. Pada waktu
itu orang percaya bahwa sebuah benda pada suhu tinggi mengandung lebih banyak
kalorik daripada benda suhu rendah. Bila kedua benda tersebut dipersatukan,
maka benda yang kaya kaloriknya kehilangan sebagian kaloriknya yang diberikan
kepada benda lain sampai kedua benda tersebut telah mencapai suhu yang sama.
Akan tetapi, konsep kalor sebagai sebuah zat, yang jumlah seluruhnya tetap
konstan akhirnya tidak mendapat dukungan eksperimen.
Selanjutnya dinyatakan saja
perubahan suhu adalah perpindahan “sesuatu” dari sebuah benda pada suatu suhu
yang lebih tinggi kesebuah benda pada suatu suhu yang lebih rendah, dan
“sesuatu” ini kita namakan kalor. Jadi, kalor berpindah dari yang suhunya
tingggi kebenda yang suhunya rendah. Akhirnya, secara umum telah dimengerti
bahwa kalor adalah sebuah bentuk energy dan bukan merupakan sebuah zat.
Joule
adalah orang yang memperlihatkan dengan eksperimen bahwa bila suatu kuantitas
energy mekanis yang diberikan diubah menjadi kalor, maka kuantitas kalor yang
sama selalu dihasilkan. Jadi, kesetaraan kalor dan kerja mekanis sebagai dua
bentuk energy telah diperlihatkan secara pasti. Helmholtz pertama-tama
menyatakan secara jelas pemikiran bahwa bukan hanya kalor dan energy mekanis,
tetapi semua bentuk energy adalah ekivalen dan bahwa sejumlah yang diberikan
dari sesuatu bentuk energy tidak dapat lenyap tanpa munculnya suatu jumlah
energy yang sama di dalam sesuatu bentuk lain.
Usaha
dan kalor dipikirkan sebagai dua konsep yang terpisah sampai Thompson di tahun
1798, menyarankan bahwa kalor mempunyai suatu aspek mekanis, dan dengan
demikian dia mengusulkan suatu hubungan di antara usaha dan kalor tersebut.
Hubungan ini telah dihasilkan secara pasti di dalam pertengahan abad ke
sembilan belas sebagai prinsip kekekalan energy. Prinsip ini menyatakan bahwa
kalor dan usaha masing-masing adalah bentuk energy dan harus ada suatu hubungan
tertentu di antaranya, yang dinamakan keseteraan
energy mekanik dan kalor
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SUHU DAN TERMOMETER
Suhu didefinisikan sebagai ukuran atau derajat panas
dinginnya suatu benda atau system. Benda yang panas memiliki suhu yang tinggi,
sedangkan benda yang dingin memiliki suhu yang rendah. Pada hakikatnya, suhu
adalah ukuran energy kinetic rata-rata yang dimiliki oleh molekul-molekul suatu benda. Dengan
demikian, suhu menggambarkan bagaimana gerakan molekul-molekul benda. Pada saat
kita memansakan atau mendinginkan suatu benda sampai pada suhu tertentu,
beberapa sifat fisik benda tersebut berubah. Sifat-sifat benda yang bisa
berubah akaibat adanya perubahan suhu disebut sifat termometrik. Dengan demikian, perubahan suatu sifat termometrik
tersebut kita dapat membuat alat yang digunakan untuk mengukur suhu sebuah
benda, yang disebut thermometer.
Pembuatan
thermometer didasarkan pada beberapa sifat termometrik zat seperti pemuaian zat
padat, pemuaian zat cair, pemuaian gas, tekanan zat cair, tekanan udara,
regangan zat padat, hambatan zat terhadap arus listrik, dan intensitas cahaya (
radiasi benda ). Beberapa jenis thermometer yang biasa digunakan untuk
pengukuran suhu di antaranya, yaitu thermometer raksa, thermometer alcohol,
thermometer gas, thermometer bimetal, thermometer hambatan, thermokopel, dan
pyrometer.
Pembuatan
skala pada thermometer memerlukan dua titik acuan. Titik acuan pertama yang
disebut sebagai titik tetap bawah pada
umumnya dipilih titik beku air, yaitu suhu campuran antara es dan air pada
tekanan normal. Titik acuan kedua yang disebut sebagai titik tetap atas dipillih titik didih, yaitu suhu ketika air
mendidih pada tekanan normal.
Kalibrasi
thermometer adalah penetapan tanda-tanda untuk pembagian skala pada suatu
thermometer. Adapun langkah-langkah kalibrasi thermometer adalah sebagi berikut
:
1. Menentukan titik tetap bahwa ( Tb ),
2. Menentukan titik tetap atas (Ta ),
3. Menentukan jumlah skala di antara titik-titik tetap,
4. Memperluas skala di luar titik tetap.
Kita dapat melakukan
konversi skala dari suatu thermometer ke thermometer yang lain. Sebagai contoh,
suhu suatu benda menunjukkan skala X ketika diukur dengan thermometer X yang
memiliki Tb = Xb dan Ta = Xa.
maka, ketika suhu benda tersebut diukur dengan menggunakan thermometer Y yang
memiliki Tb = Yb dan Ta = Ya ,
Skala Y akan menunjukkan angka dapat dihitung dengan rumus : = ….(
6-1 )
Terdapat tiga macam
skala yang biasa digunakan dalam pengukuran suhu, yaitu skala Celsius, skala Fahrenheit, dan skala Kelvin.
Di samping tiga skala suhu diatas, ada skla lain yang masih juga dinamakan,
yaitu skala Reamur.
Pada skala Celcius
digunakan titik lebur es murni sebagsi titik bwah dan ditandai dengan angka 0.
Sedangkan untuk menyatakan titik tetap atas digunakan titik didih air pada
tekanan atmosfer dan ditandai dengan sngka 100, sehingga ada 100 pembagian
skala.
Pada skala Fahrenheit,
penentuan suhu nol derajat digunakan suhu campuran es dan garam. Titik tetap
bawah dan titik bawah atas dinyatakan pada skala 32 dan 212, sehingga ada 180
pembagian skala.
Pada skala Kelvin,
penentuan suhu nol derajat diguanakan suhu terendah yang dimilikki oleh suatu
partikel yang setara dengan -2730C, yaitu keadaan dimana energy
kinetic partikel sama dengan nol, sehingga tidak ada panas yang terukur. Setiap
satu skala Kelvin sama dengan satu skala Celcius, sehingga titik tetap bawah
dan titi tetap atas skala Kelvin masing-masing adalah 273 K dan 373 K. Pada
skala Kelvin tidak ada suhu yang bernilai negative sehingga disebut sebagai
skala suhu mutlak atau skala
termodinamik, dan sekaligus Kelvin digunakan sebagai satuan SI untuk suhu.
Pada skala Reamur, penentuan titikk tetap bawah dan
titik tetap atas seperti pada skala Celsius, namun dinyatakan dalam skala 0 dan
80, sehingga ada 80 pembagian skala.
Berdasarkan persamaan (
6-1 ) kita dapat mencari hubungan di antara keempat skala suhu yang disebutkan
diatas sebagai berikut :
= = =
= = =
= = =
= = ....( 6-2 )
Berdasarkan Persamaan ( 6-2 ) kita dapat melakukan
konversi diantara keempat skala suhu, sebagaimana yang terangkum pada tabel 6.2
dibawah ini.
Tabel 6.2 Konversi
Skala Termometer
|
||||
|
Celcius
|
Fahrenheit
|
Kelvin
|
Reamur
|
Celsius
|
|
C = (
F – 32 )
|
C = K - 273
|
C = R
|
Fahrenheit
|
F = C + 32
|
|
F = ( K – 273 ) + 32
|
F = R + 32
|
Kelvin
|
K = C + 273
|
K = ( F – 32 ) + 273
|
|
K = R + 273
|
Reamur
|
R = C
|
R = ( F – 32 )
|
R = (
K – 273 )
|
|
B.
PEMUAIAN
1.
Pemuaian Zat Padat
Zat
padat yang dipanaskan akan mengalami pemuaian panjang, pemuaian luas, dan
pemuaian volume. Pemuaian zat sebenarnya terjadi ke segala arah. Akan tetapi
dalam hal – hal tertentu kita dapat memperhatikan pada arah panjangnya saja,
misalnya pemuaian pada batang logam atau mungkin pada luas permukaan tertentu
saja, misalnya pemuaian pada kepingan kaca jendela.
2.
Kerugian dan Keuntungan Akibat Pemuaian Zat Padat
Pemuian
zat padat ternyata membawa beberapa kerugian, khususnya pada konstruksi seperti
jembatan, jalan raya, dan rel kereta api, dimana setiap hari secara terus
menerus mengalami perubahan suhu akibat panas sinar Matahari dan dinginnya
udara dimalam hari. Untuk itU, para perancang konstruksi harus memberikan ruang
lebih yang memungkinkan bahan-bahan konstruksi tersebut memuai. Ruang lebih
inilah yang harus benar-benar diperhitungkan, tidak boleh kurang dan tidak
boleh lebih.
Di
samping merugikan, pemuaian juga bisa dimamfaatkan, misalnya untuk memasang
roda logam ( besi ) pada sebuah lokomotif. Untuk menghasilkan suatu “ban baja”
yang bisa menempel kuat pada roda, diameter dalam ban baja dibuat sedikit lebih
kecil daripada diameter luar roda. Ban baja kemudian dipanaskan sehingga memuai
dan diameternya menjadi lebih besar daripada diameter roda. Dengan demikian,
ban baja bisa dipasang pada roda. Ketika ban baja mendingin, ia mengerut (
menyusut ) sehingga pasangan ban baja ini sangat kuat.
Pada
pembuatan gabungan dua logam yang disebut Plat
bimetalik. Ketika dua plat logam yang berbeda, misalnya besi dan kuningan,
digabungkan dengan menempelkannya dengan kuat, kemudian dipanaskan, akan di
dapatkan bahwa gabungan ini melengkung. Ini terjadi karena salah satu logam
memuai lebih besar dibandingkan yang lain. Cukup banyak peralatan di sekitar
kita yang memamfaatkan plat bimetalik, seperti thermostat listrik, sakelar
otomatis ( digunakan pada alarm kebakaran ), dan thermometer bimetal.
3.
Pemuaian Zat Padat
Berbeda
dengan pemuaian zat padat,pada zat cair kita hanya mengenal pemuaian volume.
Jadi, pada umumnya volume zat cair bertambah ketika suhunya dinaikkan. Karena
molekul zat cair lebih bebas dibandingkan molekul zat padat, maka pemuaian pada
zat cair lebih besar dibandingkan pada zat padat. Sifat pemuaian zat inilah
yang digunakan sebagai dasar pembuatan thermometer. Rumus-rumus pemuaian volume
pada zat padat berlaku pada pemuain zat cair ini.
4.
Anomali Air
Pada
umumnya zat cair akan memuai ketika dipanaskan. Akan tetapi,tidak demikian
halnya untuk air ketika dipanaskan dari suhu 00 hingga 40,
karena dalam kedaan ini air justru menyusut. Pada saat kita memanaskan es pada
suhu -50C, maka es akan memuai sama seperti zat padat lainnya sampai
es mencapai suhu 00C. Apabila es kita panaskan lagi maka akan
terjadi proses perubahan wujud hingga seluruh es mencair. Air akan menyusut
ketika dipanaskan dari suhu 00C hingga mencapai volume minimum pada
suhu 40C. Massa air tidak berubah selama penyusutan, massa jenis air
mencapai maksimum pada suhu 40C(zat cair umumnya mencapai massa
jenis maximum pada titik bekunya). Pada suhu diatas 40C, air akan
memuai jika dipanaskan seperti halnya zat cair lainnya. Jadi, pada suhu
diantara 00C dan 40C air menyusut dan diatas suhu 40C
air akan memuai jika dipanaskan. Sifat pemuaian air yang tidak teratur ini
disebut Anomali Air.
Ikan
dan tumbuh-tumbuhan di dalam air mampu melangsungkan kehidupannya ketika cuaca
sangata dingin akibat sifat anomaly air. Pada saat air dingin di dalam danau
mencapai suhu di bawah 40C., air yang lebih dingin memiliki massa
jenis yang lebih besar sehingga akan bergerak kepermukaan danau. Sedangkan air
yang suhunya lebih tinggi, namun tidak lebih dari 40C massa jenisnya
lebih besar sehingga akan tenggelam kedasar danau. Akibatnya, air dipermukaan
akan membeku terlebih dahulu, sehingga dipermukaan air akan terbentuk lapisan
es. Air dibawah lapisan es pada danau yang dalam tidak pernah membeku, sehingga
ikan dan tumbuh-tumbuhan didalam danau mampu bertahan hidup menghadapi musim
dingin.
5.
Pemuaian Gas
a.
Hukum Boyle
Hokum
Boyle merupakan hokum yang menghubungkan volume dengan tekanan gas pada suhu
yang konstan, dimana volume gas dapat berubaha karena adanya perubahan tekanan
walaupun suhunya konstan. Tinjau suatu gas yang berda dalam suatu silinder pada
suhu konstan. Misalnya, dengan menekan pinston kebawah, berarti kita menaikkan
tekanan gas dan sekaligus menurunkan volume gas.
Jika
tekanan perlahan-lahan, gas akan tetap dalam kesetimbangan termal dengan
reservoir dan suhu gas akan tetap konstan. Apabila kita ukur volume gas untuk
setiap kenaikan tekanan dan membuat plot grafik antara tekanan dan inversi (
kebalikan ) volume, maka akan diperoleh hasilnya seperti pada gambar 6.7. Dari
grafik tampak bahwa tekanan p
berbanding terbalik dengan volume V, sehingga dapat dinyatakan sebagai atau
dapat ditulis sebagai p
P V = konstan …..(
6-3 )
P (
N/m2 )
1/
V ( 1/m3 )
Gambar
6.7 Grafik antara tekanan dan volume gas pada suhu konstan
Untuk
gas yang berada dalam dua keadaan kesetimbangan berbeda pada suhu yang sama,
maka persamaan ( 6-3 ) dapat dinyatakan sebagai
p 1 V1 =
p 2 V2 ….( 6-4 )
Persamaan
( 6-4 ) selanjutnya disebut hukum Boyle,
sebagai penghargaan atas jasa fisikawan
dan kimiawan Inggris bernama Robert Boyle ( 1627 – 1691 ) yang pertama
kali menyatakan bahwa tekanan suatu gas
pada suhu konstan berbanding terbalik dengan volumenya, atau hasil kali antara
tekanan dan volume gas pada suhu konstan adalah konstan.
b.
Hukum Gay-Lussac
Hukum
Gay-Lussac dapat ditinjau dari sebuah tangki yang berisi gas dan sedang
dipanaskan. Tangki terbuat dari baja sehingga perubahan volume tangki dan berarti
pula perubahan volume gas akibat pemanasan dapat diabaikan. Alat ukur tekanan
dihubungkan langsung dengan tangki dan dikalibrasi untuk mengukur tekanan
mutlak yang berda dalam tangki. Termometer dipasang untuk mengukur suhu gas
pada skala Kelvin. Apabila kita ukur tekanan pada setiap perubahan suhu gas dan
kita plot grafik antara tekanan dan suhu gas maka akan diperoleh hasil
p T
Atau dapat ditulis sebagai
= Konstan …..( 6 – 5 )
Untuk gas yang berada dalam dua keadaan kesetimbangan
berbeda pada volume yang sama, maka persamaan ( 6-4 ) dapat dinyatakan sebagai
= ….( 6-6 )
Persamaan ( 6-6 )
selanjutnya disebut hukum Gay- Lussac,
sebagai penghargaan atas jasa kimiawan Perancis bernama Joseph Gay-Lussac (
1778 – 1850 ) yang pertama kali menyatakan bahwa tekanan mutlak suatau gas pada
volume konstan berbanding lurus dengan suhu mutlak gas tersebut.
c.
Hukum Charles
Hukum
Charles dapat ditinjau dari suatu gas yang ditempatkan dalam tangki berpinston.
Berat pinston memberikan tekanan konstan pada gas. Pada saat tangki dipanaskan,
tekanan gas mula-mula naik. Akan tetapi, kenaikan tekana dalam tangki ini
menekan piston yang dapat bergerak bebas, dan piston terangkat hingga tekanan
di dalam tangki sama dengan tekanan yang disebabkan oleh berat piston. Oleh
karena itu, tekanan gas dalam tangki tetap konstan selama proses pemanasan.
Volume gas meningkat selama proses pemanasan, terliahat dari adanya volume baru
yang ditempati gas dalam silinder bagian atas. Apabila kita ukur volume gas
pada setiap kenaikan suhu gas dan kita membuat plot grafik antara volume dan
suhu gas, maka akan diperoleh hasil :
V T
atau dapat ditulis sebagai
=
Konstan ….(
6-7 )
Untuk gas yang berada dalam dua keadaan kesetimbangan
berbeda pada tekanan yang sama, maka persamaan ( 6-7 ) dapat dinyatakan sebagai
= ….( 6-8 )
Persamaan ( 6 -8 )
selanjutnya disebut hukum Charles,
sebagai penghargaan atas jasa fisikawan Perancis bernama J. Charles ( 1746 –
1823 ) yang pertama kali menyatakan bahwa volume
gas pada tekanan konstan berbanding lurus dengan suhu mutlak gas tersebut.
d.
Persamaan Gas
Ideal ( Hukum Boyle – Gay Lussac )
Ketiga
hukum gas, yaitu :
Hukum Boyle : p 1 V1 = p 2 V2
Hukum Gay Lussac : =
Hukum
Charles : =
dapat
dikombinasikan dalam satu persamaan menjadi
= …( 6 – 9 )
Persamaan
( 6 -9 ) selanjutnya disebut pesamaan gas
idel atau hukum Boyle-Gay Lussac. Oleh karena itu, kita
dapat melihat bahwa ketiga gas terdahulu, yang dikembangkan secara
eksperimental merupakan kasus khusus dari persamaan gas ideal ini, ketika
tekanan, volume, atau suhu gas dijaga konstan. Persamaan gas ideal merupakan
persamaan yang lebih umum, dimana dari ketiga variable tersebut tidak ada yang
dijaga konstan.
C.
KALOR
1)
Kalor Jenis dan Kapasitas Kalor
Kalor Jenis suatu benda didefinisikan sebagai jumlah kalor yang
diperlukan untuk menaikkan suhu 1 Kg atau suatu zat sebesar 1 K. kalor jenis
ini merupakan sifat khas suatu benda yang menunjukkan kemampuannya untuk
menyerap kalor. Semakin besar kalor jenis suatu benda, semakin besar pula
kemampuan untuk menyerap kalor pada perubahan suhu yang sama. Menurut definisi,
kalor jenis c dapat dinyatakan dalam persamaan matematis sebagai berikut :
c = …( 6 – 10 )
dengan
c = kalor jenis benda ( J/kg K )
Q = energy kalor ( J )
m = massa benda ( kg )
=
perubahan suhu ( K )
Untuk suatu benda tertentu, misalnya bejana
calorimeter, akan lebih memudahkan bila faktor m dan c dipandang sebagai
suatu kesatuan. Faktor ini disebut kapasitas
kalor dan didefinisikan sebagai jumlah energy kalor yang diperlukan untuk
menaikkan suhu suatu benda sebesar 1 K. jadi, kapasitas kalor C dapat
dirumuskan sebagai
Q
= mc = ...( 6 – 11 )
Dari persamaan ( 6 – 10 ) dan ( 6 – 11 ) kita dapat
menyatakan rumus umum kalor, yaitu
Q
= m c T
= C ΔT …(
6 - 12 )
2)
Asas Black
Kalor adalah eb=nergi yang pindah dari benda yang
suhunya tinggi kebenda yang suhunya rendah. Oleh karena itu, pengukuran kalor
menyangkut perpindahan energy. Energy adalah kekal, sehingga benda yang suhunya
tinggi akan melepas energy QL den benda yang suhunya rendah akan
menerima energy QT dengan besar yang sama. Apabila kita nyatakan
dalam bentuk persamaan, maka
QL = QT
…( 6
– 13 )
Persamaan ( 6 – 13 ) menyatakan hukum kekekalan energy pada pertukaran kalor dan selanjutnya
disebut asas Black, sebagai
penghargaan atas jasa ilmuwan Inggris bernama Joseph Black ( 1728 – 1799 ).
Pengukuran kalor sering dilakukan untuk menentukan
kalor jenis suatu zat, sebab jika kalor jenis suatu zat sudah diketahui, maka
kalor yang diserap atau dilepaskan dapat ditentukan dengan mengukur perubahan
suhu zat tersebut. Kemudian dengan menggunakan persamaan Q = m c T,
kalor dapat dihitung. Pada waktu menggunakan rumus ini harus diingat bahwa suhu
naik berarti zat menerima kalor dan suhu turun berarti zat melepaskan kalor.
Calorimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur kalor. Calorimeter ini
terdiri dari sebuah bejana logam yang kalor jenisnya diketahui. Bejana ini
biasanya ditempatkan didalam bejana lain yang agak lebih besar. Kedua bejana
dipisahkan oleh bahan penyekat, misalnya gabus atau wol. Kegunaan bejana luar
adalah sebagai “ jaket “ pelindung agar pertukaran kalor dengan lingkungan
sekitar calorimeter dapat dikurangi. Calorimeter juga dilengkapi dengan batang
pengaduk. Pada waktu zat dicampurkan didalam calorimeter, air di dalam
calorimeter perlu diaduk agar diperoleh suhu merata sebagai akibat pencampuaran
dua zat yang suhunya berbeda. Batang pengaduk ini biasanya terbuat dari bahan
yang sama seperti bahan bejana calorimeter. Zat yang ditentukan kalor jenisnya
dipanaskan sampai suhu tertentu. Kemudian zat tersebut segera dimasukkan
kedalam calorimeter yang berisi air, yang suhu dan massanya sudah diketahui.
Calorimeter diaduk sampai suhunya tidak berubah lagi.
3)
Kalor Laten dan Perubahan Wujud
Apabila suatu zat padat, misalnya es, dipanaskan, ia
akan menyerap kalor dan berubah wujud menjadi zat cai. Perubahan wujud zat dari
padat menjadi cair ini disebut melebur.
Suhu dimana zat mengalami peleburan disebut titik
lebur zat. Kejadian yang sebaliknya adalah membeku, yaitu perubahan wujud zat dari cair menjadi padat. Suhu
dimana zat mengalami pembekuan disebut titik
beku.
Jika zat cair ini kita panaskan terus, ia akan
menguap dan berubah wujud menjadi gas. Perubahan wujud zat dari cair menjadi
uap ( gas ) disebut menguap. Pada
peristiwa penguapan dibutuhkan kalor. Hal ini dapat kita buktikan, ketika kita
mencelupkan jari tangan kita kedalam cairan spirtus atau alcohol. Spirtus atau
alcohol adalah zat cair yang mudah menguap, untuk melakukan penguapan ini
spirtus atau alcohol menyerap panas dari jari tangan kita, sehingga jari tangan
kita terasa dingin. Peristiwa lain yang memperlihatkan bahwa proses penguapan
membutuhkan kalor adalah mendidih.
Menguap hanya terjadi pada permukaan zat cair dan dapat terjadi pada sembarang
suhu, sedangkan mendidih terjadi pada seluruh bagian zat cair dan hanya terjadi
pada suhu tertentu yang disebut titik
didih. Proses kebalikan dari meguap adalh mengembun, yaitu perubahan wujud dari uap menjadi cair.
Ketika sedanga berubah wujud, baik melebur, membeku,
menguap dan mengembun, suhu zat tetap, walaupun ada pelepasan atau penyerapan
kalor. Dengan demikian, ada sejumlah kalor yang dilepaskan atau diserap pada
saat perubahan wujud zat, tetapi tidak digunakan untuk menaikkan atau
menurunkan suhu. Kalor semacam ini disebut kalor
laten dan disimbulkan dengan huruf L. Besarnya kalor ini ternyata
tergantung juga pada jumlah zat yang mengalami perubahan wujud ( massa benda ).
Jadi kalor laten adalah kalor yang dibutuhkan oleh suatu benda untuk mengubah
wujudnya persatuan massa. Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa
L
= atau
Q = mL …( 6 – 14
)
Kalor laten beku besarnya sama dengan kalor laten
lebur dan biasanya disebut dengan kalor
lebur. Kalor lebur es Lf pada suhu dan tekanan normal sebesar
334 kJ / kg. Kalor laten uap besarnya sama dengan kalor laten embun dan bias
any disebut dengan kalor uap. Kalor
uap air Lv pada suhu dan tekanan normal sebesar 2256 kJ/kg.
Disamping proses perubahan wujud yang telah
disebutkan diatas, ada suatu proses perubahan yang disebut menyublin, yaitu peristiwa perubahan wujud zat dari padat langsung
menjadi uap tanpa melalui zat cair. Peristiwa menyublin ini dimamfaatkan dalam proses pengawetan makanan, yaitu proses
pengeringan beku ( freeza drying ).
Pada awal proses, bahan makanan yang akan diawetkan dibekukan terlebih dahulu
sehingga kandungan air dalam bahan makanan ini membeku. Selanjutnyya, bahan
makanan yang sudah dibekukan ini dipendahkan keruang yang tekanannya sangat
rendah. Akibatnya, kandunagn air yang sudah beku tersebut menguap. Denagn
demikian, diperoleh makanan yang kandungan gizinya tetap, rasanya tetap, dan
tidak mudah membusuk karena kandungan airnya sudah ditiadakan. Ketika akan dikonsumsi,
penambahan air akan mengembalikan makanan ke kondisi semula.
D.
PERPINDAHAN KALOR
Kalor berpindah dari
benda atau system bersuhu tinggi kebenda atau system bersuhu rendah. Ada tiga
cara untuk kalor berpindah dari satu benda ke benda lain, yaitu konduksi, konveksi, radiasi.
a)
Konduksi
Konduksi adalah perpindahan kalor yang tidak disertai
perpindahan zat penghantar. Misalnya, pada batang logam yang dipanaskan salah
satu ujungnya, maka ujung batang yang lain akan ikut panas. Laju perpindahan
kalor secara konduksi bergantung pada panjang L, luas penampang A,
konduktivitas termal k atau jenis
bahan, dan beda suhu ΔT. Oleh karena itu, banyak kalor Q yang dapat berpindah
selama waktu t tertentu ditulis
dengan persamaan berikut.
H
= =
kA atau
Q = kAt …( 6 – 15 )
Makin besar
nilai k suatu bahan, makin mudah zat
itu mengahantarkan kalor. Bahan konduktor mempunyai nilai k besar, sedangkan bahan isolator mempunyai nilai k kecil.
b)
Konveksi
Konveksi adalah perpindahan kalor yang disertai perpindahan
partikel-partikel zat. Terdapat dua jenis konveksi, yaitu konveksi alami dan konveksi paksa. Pada konveksi alami,
pergerakan atau aliran energy kalor terjadi akibat perbedaan massa jenis. Pada
konveksi paksa, aliran panas dipaksa dialirkan ketempat yang dituju dengan
bantuan alat tertentu, misalnya dengan kipas angin, atau bolwer. Konveksi alami terjadi misalnya pada system ventilasi
rumah, terjadi angin darat dan angin laut, dan aliran asap pada cerobong asap
pabrik. Konveksi paksa terjadi misalnya pada system pendingin mesin pada mobil,
alat pengering rambut, dan pada reactor pembangkit tenaga nuklir.
Laju perpindahan kalor secara konveksi tergantung
pada luas permukaan banda A yang bersentuhan, koefisien konveksi h, waktu t, dan beda suhu ΔT antara benda dengan fluida. Banyaknya kalor
yang dihantarkan secara konveksi dapat dihitung dengan persamaan berikut
H
= =
hA ΔT atau
Q = hAt ΔT …( 6 – 16 )
Nilai h
terhantung kepada bentuk dan kedudukan permukaan yang bersentuhan dengan
fluida.
c)
Radiasi
Radiasi adalah perpindahan energy kalor dalam bentuk
gelombang elektromagnetik. Energy matahari yang sampai ke Bumi terjadi secara
radiasi atau pancaran tanpa melalui zat perantara. Pada umumnya benda yang
berpijar memancarkan panas. Pancaran panas itu sebagian diserap oleh benda dan
sebagian dipantulkan. Permukaan hitam dan kusam adalah penyerap dan pemancar
radiasi yang baik, sedangkan permukaan putih dan mengkilap adalah penyerap dan
pemancar radiasi yang buruk.
Laju pemancar kalor oleh permukaan hitam, menurut
Stefan dinyatakan sebagai berikut:
Energy total yang dipancarkan oleh
suatu permukaan hitam sempurna dalam bentuk radiasi kalor tiap satuan waktu,
tiap satuan luas permukaan sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak permukaan
itu.
Secara matematisla, laju kalor radiasi ditulis
dengan persamaan :
H
= =
σ AT4 …(
6 - 17 )
Dengan σ
adalah konstanta Stefan – Boltzmann dengan nilai 5,67 x 10-8 W/m2K4.
Persamaan tersebut berlaku untuk benda dengan permukaan hitam sempurna. Untuk
setiap permukaan dengan emisivita e (
0 ≤ e ≤1 ), persaman ( 6 -17 ) harus
ditulis menjadi :
H = =
eσ AT4 …(
6 - 18 )
Radiasi banyak dimamfaatkan orang, dari sederhana
seperti api unggun dan pendiangan rumah ( khususnya di Negara-negara yang
memiliki musim dingin ), samapi pada agak kompleks seperti termos dan rumah
kaca.
Prinsip utama termos adalah mencagah terjadinya
perpindahan kalor, khususny yang melalui radiasi. Termos terdiri dari sebuah
tabung kaca ganda, dimana ruang vakum diatara kedua dinding tabung mengurangi
kehilangan atau mencegah masuknya kalor melalui konduksi dan konveksi.untuk
menghindari perpindahan kalor secara radiasi, dinding-dinding termos tersebut
dilapisi bahan yang berwarna putih keperak-perakan, sehingga dinding tidak
banyak memancarkan dan menyerapp kalor.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat diambil beberpa
kesimpulan, yaitu :
1.
Suhu adalah
ukuran atau derajat panas dinginnya suatu benda atau sitem yang pada hakikatnya
merupakan ukuran energy kinetic rata-rata yang dimiliki molekul-molekul suatu
benda
2.
Sifat
termometrik adalah sifat benda yang dapat berubah akibat adanya perubahan suhu,
misalnya pemuaian zat ( padat, cai, dan gas ), tekanan zat ( cair dan gas ),
hambatan listrik, regangan, dan intensitas cahaya.
3.
Termometer
adalah alat yang dapat digunakan untuk mengukur suhu suatu benda. Jenis-jenis
thermometer antara lain: thermometer raksa, thermometer alcohol, thermometer
gas, thermometer bimetal, thermometer hamabatan, dan pyrometer.
4.
Kalibrasi
thermometer adalah penetapan tanda-tanda untuk pembagian skala pada suatu
thermometer dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
-
Menentukan titik
tetap bawah ( Tb ),
-
Menentukan titik
tetap atas ( Ta ),
-
Menentukan
jumlah skala diantara titik-titik tetap,
-
Memperluas skala
di luar titik-titik tetap.
Contoh : hubungan kalibrasi thermometer X dan Y
=
5.
Anomalii air
adalah sifat pemuaian air yang tidak teratur, yaitu ketika dipanaskan suhu 00C
sampai dengan 40C akan menyusut sedangkan pada suhu diatas 40C
akan memuai. Pada suhu 40C, massa jenis air mencapai nilai maksimum
karena volumenya minimum.
B.
Saran
Dengan adanya makalah
ini penulis ingin menyarankan bahwa makalah ini tidak hanya bahan bacaan
semata, akan tetapi dapat dijadikan sebagai sarana untuk penambahan wawasan dan
pengetahuan bagi pemabaca khususnya yang mendalami ilmu Fisika.
DAFTAR PUSTAKA
Supianto, 2006. FISIKA Untuk SMA kelas
X. Phibeta : Jakarta
No comments:
Post a Comment