Saturday, April 19, 2014

Makalah Kalor



BAB I
PENDAHULUAN
Suhu kalor adalah dua besaran yang berbeda. Namun karena memiliki hubungan yang kuat diantara keduanya, dalam percakapan sehari-hari keduanya sering diterjemahkan dalam pengertian yang sama.
            Bila dua system yang suhunya berbeda-beda bersentuhan satu sama lain, maka suhu akhir yang dicapai oleh kedua system berada diantara dua suhu permulaan tersebut. Manusia sudah lama mencari suatu pengertian yang lebih dalam mencapai fenomena seperti itu. Sampai keawal abad kesembilan belas, fenomena tersebut diterangkan dengan mendalilkan bahwa suatu zat yang disebut kalorik terdapat dalam setiap benda. Pada waktu itu orang percaya bahwa sebuah benda pada suhu tinggi mengandung lebih banyak kalorik daripada benda suhu rendah. Bila kedua benda tersebut dipersatukan, maka benda yang kaya kaloriknya kehilangan sebagian kaloriknya yang diberikan kepada benda lain sampai kedua benda tersebut telah mencapai suhu yang sama. Akan tetapi, konsep kalor sebagai sebuah zat, yang jumlah seluruhnya tetap konstan akhirnya tidak mendapat dukungan eksperimen.
            Selanjutnya dinyatakan saja perubahan suhu adalah perpindahan “sesuatu” dari sebuah benda pada suatu suhu yang lebih tinggi kesebuah benda pada suatu suhu yang lebih rendah, dan “sesuatu” ini kita namakan kalor. Jadi, kalor berpindah dari yang suhunya tingggi kebenda yang suhunya rendah. Akhirnya, secara umum telah dimengerti bahwa kalor adalah sebuah bentuk energy dan bukan merupakan sebuah zat.
            Joule adalah orang yang memperlihatkan dengan eksperimen bahwa bila suatu kuantitas energy mekanis yang diberikan diubah menjadi kalor, maka kuantitas kalor yang sama selalu dihasilkan. Jadi, kesetaraan kalor dan kerja mekanis sebagai dua bentuk energy telah diperlihatkan secara pasti. Helmholtz pertama-tama menyatakan secara jelas pemikiran bahwa bukan hanya kalor dan energy mekanis, tetapi semua bentuk energy adalah ekivalen dan bahwa sejumlah yang diberikan dari sesuatu bentuk energy tidak dapat lenyap tanpa munculnya suatu jumlah energy yang sama di dalam sesuatu bentuk lain.
            Usaha dan kalor dipikirkan sebagai dua konsep yang terpisah sampai Thompson di tahun 1798, menyarankan bahwa kalor mempunyai suatu aspek mekanis, dan dengan demikian dia mengusulkan suatu hubungan di antara usaha dan kalor tersebut. Hubungan ini telah dihasilkan secara pasti di dalam pertengahan abad ke sembilan belas sebagai prinsip kekekalan energy. Prinsip ini menyatakan bahwa kalor dan usaha masing-masing adalah bentuk energy dan harus ada suatu hubungan tertentu di antaranya, yang dinamakan keseteraan energy mekanik dan kalor
BAB II
PEMBAHASAN
A.    SUHU DAN TERMOMETER
Suhu didefinisikan sebagai ukuran atau derajat panas dinginnya suatu benda atau system. Benda yang panas memiliki suhu yang tinggi, sedangkan benda yang dingin memiliki suhu yang rendah. Pada hakikatnya, suhu adalah ukuran energy kinetic rata-rata yang dimiliki  oleh molekul-molekul suatu benda. Dengan demikian, suhu menggambarkan bagaimana gerakan molekul-molekul benda. Pada saat kita memansakan atau mendinginkan suatu benda sampai pada suhu tertentu, beberapa sifat fisik benda tersebut berubah. Sifat-sifat benda yang bisa berubah akaibat adanya perubahan suhu disebut sifat termometrik. Dengan demikian, perubahan suatu sifat termometrik tersebut kita dapat membuat alat yang digunakan untuk mengukur suhu sebuah benda, yang disebut thermometer.
Pembuatan thermometer didasarkan pada beberapa sifat termometrik zat seperti pemuaian zat padat, pemuaian zat cair, pemuaian gas, tekanan zat cair, tekanan udara, regangan zat padat, hambatan zat terhadap arus listrik, dan intensitas cahaya ( radiasi benda ). Beberapa jenis thermometer yang biasa digunakan untuk pengukuran suhu di antaranya, yaitu thermometer raksa, thermometer alcohol, thermometer gas, thermometer bimetal, thermometer hambatan, thermokopel, dan pyrometer.
Pembuatan skala pada thermometer memerlukan dua titik acuan. Titik acuan pertama yang disebut sebagai titik tetap bawah pada umumnya dipilih titik beku air, yaitu suhu campuran antara es dan air pada tekanan normal. Titik acuan kedua yang disebut sebagai titik tetap atas dipillih titik didih, yaitu suhu ketika air mendidih pada tekanan normal.
Kalibrasi thermometer adalah penetapan tanda-tanda untuk pembagian skala pada suatu thermometer. Adapun langkah-langkah kalibrasi thermometer adalah sebagi berikut :
1.      Menentukan titik tetap bahwa ( Tb ),
2.      Menentukan titik tetap atas (Ta ),
3.      Menentukan jumlah skala di antara titik-titik tetap,
4.      Memperluas skala di luar titik tetap.
Kita dapat melakukan konversi skala dari suatu thermometer ke thermometer yang lain. Sebagai contoh, suhu suatu benda menunjukkan skala X ketika diukur dengan thermometer X yang memiliki Tb = Xb dan Ta = Xa. maka, ketika suhu benda tersebut diukur dengan menggunakan thermometer Y yang memiliki Tb = Yb dan Ta = Ya , Skala Y akan menunjukkan angka dapat dihitung dengan rumus :    =      ….( 6-1 )
Terdapat tiga macam skala yang biasa digunakan dalam pengukuran suhu, yaitu skala Celsius, skala Fahrenheit, dan skala Kelvin. Di samping tiga skala suhu diatas, ada skla lain yang masih juga dinamakan, yaitu skala Reamur.
Pada skala Celcius digunakan titik lebur es murni sebagsi titik bwah dan ditandai dengan angka 0. Sedangkan untuk menyatakan titik tetap atas digunakan titik didih air pada tekanan atmosfer dan ditandai dengan sngka 100, sehingga ada 100 pembagian skala.
Pada skala Fahrenheit, penentuan suhu nol derajat digunakan suhu campuran es dan garam. Titik tetap bawah dan titik bawah atas dinyatakan pada skala 32 dan 212, sehingga ada 180 pembagian skala.
Pada skala Kelvin, penentuan suhu nol derajat diguanakan suhu terendah yang dimilikki oleh suatu partikel yang setara dengan -2730C, yaitu keadaan dimana energy kinetic partikel sama dengan nol, sehingga tidak ada panas yang terukur. Setiap satu skala Kelvin sama dengan satu skala Celcius, sehingga titik tetap bawah dan titi tetap atas skala Kelvin masing-masing adalah 273 K dan 373 K. Pada skala Kelvin tidak ada suhu yang bernilai negative sehingga disebut sebagai skala suhu mutlak atau skala termodinamik, dan sekaligus Kelvin digunakan sebagai satuan SI untuk suhu.
Pada skala Reamur, penentuan titikk tetap bawah dan titik tetap atas seperti pada skala Celsius, namun dinyatakan dalam skala 0 dan 80, sehingga ada 80 pembagian skala.
Berdasarkan persamaan ( 6-1 ) kita dapat mencari hubungan di antara keempat skala suhu yang disebutkan diatas sebagai berikut :
                     =    =     = 
                     =    =    = 
                     =    =    = 
                    =    =                                         ....( 6-2 )
            Berdasarkan Persamaan ( 6-2 ) kita dapat melakukan konversi diantara keempat skala suhu, sebagaimana yang terangkum pada tabel 6.2 dibawah ini.
Tabel 6.2                                        Konversi Skala Termometer

Celcius
Fahrenheit
Kelvin
Reamur
Celsius

C = ( F – 32 )
C = K - 273
C =   R
Fahrenheit
F =  C + 32

F =  ( K – 273 ) + 32
F =  R + 32
Kelvin
K = C + 273
K =  ( F – 32 ) + 273

K =  R + 273
Reamur
R =  C
R =  ( F – 32 )
R = ( K – 273 )


B.     PEMUAIAN
1.      Pemuaian Zat Padat
Zat padat yang dipanaskan akan mengalami pemuaian panjang, pemuaian luas, dan pemuaian volume. Pemuaian zat sebenarnya terjadi ke segala arah. Akan tetapi dalam hal – hal tertentu kita dapat memperhatikan pada arah panjangnya saja, misalnya pemuaian pada batang logam atau mungkin pada luas permukaan tertentu saja, misalnya pemuaian pada kepingan kaca jendela.
2.      Kerugian dan Keuntungan Akibat Pemuaian Zat Padat
Pemuian zat padat ternyata membawa beberapa kerugian, khususnya pada konstruksi seperti jembatan, jalan raya, dan rel kereta api, dimana setiap hari secara terus menerus mengalami perubahan suhu akibat panas sinar Matahari dan dinginnya udara dimalam hari. Untuk itU, para perancang konstruksi harus memberikan ruang lebih yang memungkinkan bahan-bahan konstruksi tersebut memuai. Ruang lebih inilah yang harus benar-benar diperhitungkan, tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih.
Di samping merugikan, pemuaian juga bisa dimamfaatkan, misalnya untuk memasang roda logam ( besi ) pada sebuah lokomotif. Untuk menghasilkan suatu “ban baja” yang bisa menempel kuat pada roda, diameter dalam ban baja dibuat sedikit lebih kecil daripada diameter luar roda. Ban baja kemudian dipanaskan sehingga memuai dan diameternya menjadi lebih besar daripada diameter roda. Dengan demikian, ban baja bisa dipasang pada roda. Ketika ban baja mendingin, ia mengerut ( menyusut ) sehingga pasangan ban baja ini sangat kuat.
Pada pembuatan gabungan dua logam yang disebut Plat bimetalik. Ketika dua plat logam yang berbeda, misalnya besi dan kuningan, digabungkan dengan menempelkannya dengan kuat, kemudian dipanaskan, akan di dapatkan bahwa gabungan ini melengkung. Ini terjadi karena salah satu logam memuai lebih besar dibandingkan yang lain. Cukup banyak peralatan di sekitar kita yang memamfaatkan plat bimetalik, seperti thermostat listrik, sakelar otomatis ( digunakan pada alarm kebakaran ), dan thermometer bimetal.
3.      Pemuaian Zat Padat
Berbeda dengan pemuaian zat padat,pada zat cair kita hanya mengenal pemuaian volume. Jadi, pada umumnya volume zat cair bertambah ketika suhunya dinaikkan. Karena molekul zat cair lebih bebas dibandingkan molekul zat padat, maka pemuaian pada zat cair lebih besar dibandingkan pada zat padat. Sifat pemuaian zat inilah yang digunakan sebagai dasar pembuatan thermometer. Rumus-rumus pemuaian volume pada zat padat berlaku pada pemuain zat cair ini.
4.      Anomali Air
Pada umumnya zat cair akan memuai ketika dipanaskan. Akan tetapi,tidak demikian halnya untuk air ketika dipanaskan dari suhu 00 hingga 40, karena dalam kedaan ini air justru menyusut. Pada saat kita memanaskan es pada suhu -50C, maka es akan memuai sama seperti zat padat lainnya sampai es mencapai suhu 00C. Apabila es kita panaskan lagi maka akan terjadi proses perubahan wujud hingga seluruh es mencair. Air akan menyusut ketika dipanaskan dari suhu 00C hingga mencapai volume minimum pada suhu 40C. Massa air tidak berubah selama penyusutan, massa jenis air mencapai maksimum pada suhu 40C(zat cair umumnya mencapai massa jenis maximum pada titik bekunya). Pada suhu diatas 40C, air akan memuai jika dipanaskan seperti halnya zat cair lainnya. Jadi, pada suhu diantara 00C dan 40C air menyusut dan diatas suhu 40C air akan memuai jika dipanaskan. Sifat pemuaian air yang tidak teratur ini disebut  Anomali Air.
Ikan dan tumbuh-tumbuhan di dalam air mampu melangsungkan kehidupannya ketika cuaca sangata dingin akibat sifat anomaly air. Pada saat air dingin di dalam danau mencapai suhu di bawah 40C., air yang lebih dingin memiliki massa jenis yang lebih besar sehingga akan bergerak kepermukaan danau. Sedangkan air yang suhunya lebih tinggi, namun tidak lebih dari 40C massa jenisnya lebih besar sehingga akan tenggelam kedasar danau. Akibatnya, air dipermukaan akan membeku terlebih dahulu, sehingga dipermukaan air akan terbentuk lapisan es. Air dibawah lapisan es pada danau yang dalam tidak pernah membeku, sehingga ikan dan tumbuh-tumbuhan didalam danau mampu bertahan hidup menghadapi musim dingin.
5.      Pemuaian Gas
a.       Hukum Boyle
Hokum Boyle merupakan hokum yang menghubungkan volume dengan tekanan gas pada suhu yang konstan, dimana volume gas dapat berubaha karena adanya perubahan tekanan walaupun suhunya konstan. Tinjau suatu gas yang berda dalam suatu silinder pada suhu konstan. Misalnya, dengan menekan pinston kebawah, berarti kita menaikkan tekanan gas dan sekaligus menurunkan volume gas.
Jika tekanan perlahan-lahan, gas akan tetap dalam kesetimbangan termal dengan reservoir dan suhu gas akan tetap konstan. Apabila kita ukur volume gas untuk setiap kenaikan tekanan dan membuat plot grafik antara tekanan dan inversi ( kebalikan ) volume, maka akan diperoleh hasilnya seperti pada gambar 6.7. Dari grafik tampak bahwa tekanan p berbanding terbalik dengan volume V, sehingga dapat dinyatakan sebagai atau dapat ditulis sebagai p  
                   P  V = konstan                                    …..( 6-3 )
P ( N/m2 )



 




                                                                        1/ V ( 1/m3 )
Gambar 6.7 Grafik antara tekanan dan volume gas pada suhu konstan
Untuk gas yang berada dalam dua keadaan kesetimbangan berbeda pada suhu yang sama, maka persamaan ( 6-3 ) dapat dinyatakan sebagai
                        p 1 V1 = p 2  V2                            ….( 6-4 )
Persamaan ( 6-4 ) selanjutnya disebut hukum Boyle, sebagai penghargaan atas jasa fisikawan  dan kimiawan Inggris bernama Robert Boyle ( 1627 – 1691 ) yang pertama kali menyatakan bahwa tekanan suatu gas pada suhu konstan berbanding terbalik dengan volumenya, atau hasil kali antara tekanan dan volume gas pada suhu konstan adalah konstan.
b.      Hukum Gay-Lussac
Hukum Gay-Lussac dapat ditinjau dari sebuah tangki yang berisi gas dan sedang dipanaskan. Tangki terbuat dari baja sehingga perubahan volume tangki dan berarti pula perubahan volume gas akibat pemanasan dapat diabaikan. Alat ukur tekanan dihubungkan langsung dengan tangki dan dikalibrasi untuk mengukur tekanan mutlak yang berda dalam tangki. Termometer dipasang untuk mengukur suhu gas pada skala Kelvin. Apabila kita ukur tekanan pada setiap perubahan suhu gas dan kita plot grafik antara tekanan dan suhu gas maka akan diperoleh hasil
                                                p    T
       Atau dapat ditulis sebagai
                                                              = Konstan                         …..( 6 – 5 )
            Untuk gas yang berada dalam dua keadaan kesetimbangan berbeda pada volume yang sama, maka persamaan ( 6-4 ) dapat dinyatakan sebagai
                                                              =                  ….( 6-6 )
Persamaan ( 6-6 ) selanjutnya disebut hukum Gay- Lussac, sebagai penghargaan atas jasa kimiawan Perancis bernama Joseph Gay-Lussac ( 1778 – 1850 ) yang pertama kali menyatakan bahwa  tekanan mutlak suatau gas pada volume konstan berbanding lurus dengan suhu mutlak gas tersebut.
c.       Hukum Charles
Hukum Charles dapat ditinjau dari suatu gas yang ditempatkan dalam tangki berpinston. Berat pinston memberikan tekanan konstan pada gas. Pada saat tangki dipanaskan, tekanan gas mula-mula naik. Akan tetapi, kenaikan tekana dalam tangki ini menekan piston yang dapat bergerak bebas, dan piston terangkat hingga tekanan di dalam tangki sama dengan tekanan yang disebabkan oleh berat piston. Oleh karena itu, tekanan gas dalam tangki tetap konstan selama proses pemanasan. Volume gas meningkat selama proses pemanasan, terliahat dari adanya volume baru yang ditempati gas dalam silinder bagian atas. Apabila kita ukur volume gas pada setiap kenaikan suhu gas dan kita membuat plot grafik antara volume dan suhu gas, maka akan diperoleh hasil :
                                    V      T
       atau dapat ditulis sebagai
                                                    =  Konstan                                    ….( 6-7 )
            Untuk gas yang berada dalam dua keadaan kesetimbangan berbeda pada tekanan yang sama, maka persamaan ( 6-7 ) dapat dinyatakan sebagai
                                                              =                           ….( 6-8 )
Persamaan ( 6 -8 ) selanjutnya disebut hukum Charles, sebagai penghargaan atas jasa fisikawan Perancis bernama J. Charles ( 1746 – 1823 ) yang pertama kali menyatakan bahwa volume gas pada tekanan konstan berbanding lurus dengan suhu mutlak gas tersebut.
d.      Persamaan Gas Ideal ( Hukum Boyle – Gay Lussac )
Ketiga hukum gas, yaitu :
            Hukum Boyle              :  p 1 V1 = p 2  V2
            Hukum Gay Lussac    :   =     
          Hukum Charles           :    =   
dapat dikombinasikan dalam satu persamaan menjadi
                          =                                       …( 6 – 9 )
Persamaan ( 6 -9 ) selanjutnya disebut pesamaan gas idel atau hukum  Boyle-Gay Lussac. Oleh karena itu, kita dapat melihat bahwa ketiga gas terdahulu, yang dikembangkan secara eksperimental merupakan kasus khusus dari persamaan gas ideal ini, ketika tekanan, volume, atau suhu gas dijaga konstan. Persamaan gas ideal merupakan persamaan yang lebih umum, dimana dari ketiga variable tersebut tidak ada yang dijaga konstan.
C.    KALOR
1)      Kalor Jenis dan Kapasitas Kalor
Kalor Jenis suatu benda didefinisikan sebagai jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 Kg atau suatu zat sebesar 1 K. kalor jenis ini merupakan sifat khas suatu benda yang menunjukkan kemampuannya untuk menyerap kalor. Semakin besar kalor jenis suatu benda, semakin besar pula kemampuan untuk menyerap kalor pada perubahan suhu yang sama. Menurut definisi, kalor jenis c dapat dinyatakan dalam persamaan matematis sebagai berikut :
                                       c =                                       …( 6 – 10 )
dengan
   c          = kalor jenis benda ( J/kg K )
   Q         = energy kalor ( J )
   m         = massa benda ( kg )
          = perubahan suhu ( K )                    
Untuk suatu benda tertentu, misalnya bejana calorimeter, akan lebih memudahkan bila faktor m dan c dipandang sebagai suatu kesatuan. Faktor ini disebut kapasitas kalor dan didefinisikan sebagai jumlah energy kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu benda sebesar 1 K. jadi, kapasitas kalor C dapat dirumuskan sebagai
                           Q = mc =                                          ...( 6 – 11 )
Dari persamaan ( 6 – 10 ) dan ( 6 – 11 ) kita dapat menyatakan rumus umum kalor, yaitu
                           Q = m c T = C ΔT                                         …( 6 - 12 )

2)      Asas Black
Kalor adalah eb=nergi yang pindah dari benda yang suhunya tinggi kebenda yang suhunya rendah. Oleh karena itu, pengukuran kalor menyangkut perpindahan energy. Energy adalah kekal, sehingga benda yang suhunya tinggi akan melepas energy QL den benda yang suhunya rendah akan menerima energy QT dengan besar yang sama. Apabila kita nyatakan dalam bentuk persamaan, maka
                                                               QL  =  QT                                 …( 6 – 13 )
Persamaan ( 6 – 13 ) menyatakan hukum kekekalan energy pada pertukaran kalor dan selanjutnya disebut asas Black, sebagai penghargaan atas jasa ilmuwan Inggris bernama Joseph Black ( 1728 – 1799 ).
Pengukuran kalor sering dilakukan untuk menentukan kalor jenis suatu zat, sebab jika kalor jenis suatu zat sudah diketahui, maka kalor yang diserap atau dilepaskan dapat ditentukan dengan mengukur perubahan suhu zat tersebut. Kemudian dengan menggunakan persamaan Q = m c T, kalor dapat dihitung. Pada waktu menggunakan rumus ini harus diingat bahwa suhu naik berarti zat menerima kalor dan suhu turun berarti zat melepaskan kalor.
Calorimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur kalor. Calorimeter ini terdiri dari sebuah bejana logam yang kalor jenisnya diketahui. Bejana ini biasanya ditempatkan didalam bejana lain yang agak lebih besar. Kedua bejana dipisahkan oleh bahan penyekat, misalnya gabus atau wol. Kegunaan bejana luar adalah sebagai “ jaket “ pelindung agar pertukaran kalor dengan lingkungan sekitar calorimeter dapat dikurangi. Calorimeter juga dilengkapi dengan batang pengaduk. Pada waktu zat dicampurkan didalam calorimeter, air di dalam calorimeter perlu diaduk agar diperoleh suhu merata sebagai akibat pencampuaran dua zat yang suhunya berbeda. Batang pengaduk ini biasanya terbuat dari bahan yang sama seperti bahan bejana calorimeter. Zat yang ditentukan kalor jenisnya dipanaskan sampai suhu tertentu. Kemudian zat tersebut segera dimasukkan kedalam calorimeter yang berisi air, yang suhu dan massanya sudah diketahui. Calorimeter diaduk sampai suhunya tidak berubah lagi.
3)      Kalor Laten dan Perubahan Wujud
Apabila suatu zat padat, misalnya es, dipanaskan, ia akan menyerap kalor dan berubah wujud menjadi zat cai. Perubahan wujud zat dari padat menjadi cair ini disebut melebur. Suhu dimana zat mengalami peleburan disebut titik lebur zat. Kejadian yang sebaliknya adalah membeku, yaitu perubahan wujud zat dari cair menjadi padat. Suhu dimana zat mengalami pembekuan disebut titik beku.
Jika zat cair ini kita panaskan terus, ia akan menguap dan berubah wujud menjadi gas. Perubahan wujud zat dari cair menjadi uap ( gas ) disebut menguap. Pada peristiwa penguapan dibutuhkan kalor. Hal ini dapat kita buktikan, ketika kita mencelupkan jari tangan kita kedalam cairan spirtus atau alcohol. Spirtus atau alcohol adalah zat cair yang mudah menguap, untuk melakukan penguapan ini spirtus atau alcohol menyerap panas dari jari tangan kita, sehingga jari tangan kita terasa dingin. Peristiwa lain yang memperlihatkan bahwa proses penguapan membutuhkan kalor adalah mendidih. Menguap hanya terjadi pada permukaan zat cair dan dapat terjadi pada sembarang suhu, sedangkan mendidih terjadi pada seluruh bagian zat cair dan hanya terjadi pada suhu tertentu yang disebut titik didih. Proses kebalikan dari meguap adalh mengembun, yaitu perubahan wujud dari uap menjadi cair.
Ketika sedanga berubah wujud, baik melebur, membeku, menguap dan mengembun, suhu zat tetap, walaupun ada pelepasan atau penyerapan kalor. Dengan demikian, ada sejumlah kalor yang dilepaskan atau diserap pada saat perubahan wujud zat, tetapi tidak digunakan untuk menaikkan atau menurunkan suhu. Kalor semacam ini disebut kalor laten dan disimbulkan dengan huruf L. Besarnya kalor ini ternyata tergantung juga pada jumlah zat yang mengalami perubahan wujud ( massa benda ). Jadi kalor laten adalah kalor yang dibutuhkan oleh suatu benda untuk mengubah wujudnya persatuan massa. Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa
                                       L =   atau Q = mL                           …( 6 – 14 )
Kalor laten beku besarnya sama dengan kalor laten lebur dan biasanya disebut dengan kalor lebur. Kalor lebur es Lf pada suhu dan tekanan normal sebesar 334 kJ / kg. Kalor laten uap besarnya sama dengan kalor laten embun dan bias any disebut dengan kalor uap. Kalor uap air Lv pada suhu dan tekanan normal sebesar 2256 kJ/kg.
Disamping proses perubahan wujud yang telah disebutkan diatas, ada suatu proses perubahan yang disebut menyublin, yaitu peristiwa perubahan wujud zat dari padat langsung menjadi uap tanpa melalui zat cair. Peristiwa menyublin ini dimamfaatkan  dalam proses pengawetan makanan, yaitu proses pengeringan beku ( freeza drying ). Pada awal proses, bahan makanan yang akan diawetkan dibekukan terlebih dahulu sehingga kandungan air dalam bahan makanan ini membeku. Selanjutnyya, bahan makanan yang sudah dibekukan ini dipendahkan keruang yang tekanannya sangat rendah. Akibatnya, kandunagn air yang sudah beku tersebut menguap. Denagn demikian, diperoleh makanan yang kandungan gizinya tetap, rasanya tetap, dan tidak mudah membusuk karena kandungan airnya sudah ditiadakan. Ketika akan dikonsumsi, penambahan air akan mengembalikan makanan ke kondisi semula.
D.    PERPINDAHAN KALOR
Kalor berpindah dari benda atau system bersuhu tinggi kebenda atau system bersuhu rendah. Ada tiga cara untuk kalor berpindah dari satu benda ke benda lain, yaitu konduksi, konveksi, radiasi.
a)      Konduksi
Konduksi adalah perpindahan kalor yang tidak disertai perpindahan zat penghantar. Misalnya, pada batang logam yang dipanaskan salah satu ujungnya, maka ujung batang yang lain akan ikut panas. Laju perpindahan kalor secara konduksi bergantung pada panjang L, luas penampang A, konduktivitas termal k atau jenis bahan, dan beda suhu ΔT. Oleh karena itu, banyak kalor Q yang dapat berpindah selama waktu t tertentu ditulis dengan persamaan berikut.
H =   = kA   atau Q = kAt                        …( 6 – 15 )
Makin besar nilai k suatu bahan, makin mudah zat itu mengahantarkan kalor. Bahan konduktor mempunyai nilai k besar, sedangkan bahan isolator mempunyai nilai k kecil.
b)     Konveksi
Konveksi adalah perpindahan kalor yang disertai perpindahan partikel-partikel zat. Terdapat dua jenis konveksi, yaitu  konveksi alami dan konveksi paksa. Pada konveksi alami, pergerakan atau aliran energy kalor terjadi akibat perbedaan massa jenis. Pada konveksi paksa, aliran panas dipaksa dialirkan ketempat yang dituju dengan bantuan alat tertentu, misalnya dengan kipas angin, atau bolwer. Konveksi alami terjadi misalnya pada system ventilasi rumah, terjadi angin darat dan angin laut, dan aliran asap pada cerobong asap pabrik. Konveksi paksa terjadi misalnya pada system pendingin mesin pada mobil, alat pengering rambut, dan pada reactor pembangkit tenaga nuklir.
Laju perpindahan kalor secara konveksi tergantung pada luas permukaan banda A yang bersentuhan, koefisien konveksi h, waktu t, dan beda suhu ΔT antara benda dengan fluida. Banyaknya kalor yang dihantarkan secara konveksi dapat dihitung dengan persamaan berikut
                        H =   = hA ΔT   atau Q = hAt ΔT                           …( 6 – 16 )
Nilai h terhantung kepada bentuk dan kedudukan permukaan yang bersentuhan dengan fluida.
c)      Radiasi
Radiasi adalah perpindahan energy kalor dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Energy matahari yang sampai ke Bumi terjadi secara radiasi atau pancaran tanpa melalui zat perantara. Pada umumnya benda yang berpijar memancarkan panas. Pancaran panas itu sebagian diserap oleh benda dan sebagian dipantulkan. Permukaan hitam dan kusam adalah penyerap dan pemancar radiasi yang baik, sedangkan permukaan putih dan mengkilap adalah penyerap dan pemancar radiasi yang buruk.
Laju pemancar kalor oleh permukaan hitam, menurut Stefan dinyatakan sebagai berikut:
Energy total yang dipancarkan oleh suatu permukaan hitam sempurna dalam bentuk radiasi kalor tiap satuan waktu, tiap satuan luas permukaan sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak permukaan itu.
Secara matematisla, laju kalor radiasi ditulis dengan persamaan :
                                    H =     = σ AT4                                            …( 6 - 17 )
Dengan σ adalah konstanta Stefan – Boltzmann dengan nilai 5,67 x 10-8 W/m2K4. Persamaan tersebut berlaku untuk benda dengan permukaan hitam sempurna. Untuk setiap permukaan dengan emisivita e ( 0 ≤ e ≤1 ), persaman ( 6 -17 ) harus ditulis menjadi :
                                    H =     = eσ AT4                                          …( 6 - 18 )
Radiasi banyak dimamfaatkan orang, dari sederhana seperti api unggun dan pendiangan rumah ( khususnya di Negara-negara yang memiliki musim dingin ), samapi pada agak kompleks seperti termos dan rumah kaca.
Prinsip utama termos adalah mencagah terjadinya perpindahan kalor, khususny yang melalui radiasi. Termos terdiri dari sebuah tabung kaca ganda, dimana ruang vakum diatara kedua dinding tabung mengurangi kehilangan atau mencegah masuknya kalor melalui konduksi dan konveksi.untuk menghindari perpindahan kalor secara radiasi, dinding-dinding termos tersebut dilapisi bahan yang berwarna putih keperak-perakan, sehingga dinding tidak banyak memancarkan dan menyerapp kalor.









BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat diambil beberpa kesimpulan, yaitu :
1.      Suhu adalah ukuran atau derajat panas dinginnya suatu benda atau sitem yang pada hakikatnya merupakan ukuran energy kinetic rata-rata yang dimiliki molekul-molekul suatu benda
2.      Sifat termometrik adalah sifat benda yang dapat berubah akibat adanya perubahan suhu, misalnya pemuaian zat ( padat, cai, dan gas ), tekanan zat ( cair dan gas ), hambatan listrik, regangan, dan intensitas cahaya.
3.      Termometer adalah alat yang dapat digunakan untuk mengukur suhu suatu benda. Jenis-jenis thermometer antara lain: thermometer raksa, thermometer alcohol, thermometer gas, thermometer bimetal, thermometer hamabatan, dan pyrometer.
4.      Kalibrasi thermometer adalah penetapan tanda-tanda untuk pembagian skala pada suatu thermometer dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
-          Menentukan titik tetap bawah ( Tb ),
-          Menentukan titik tetap atas ( Ta ),
-          Menentukan jumlah skala diantara titik-titik tetap,
-          Memperluas skala di luar titik-titik tetap.
Contoh : hubungan kalibrasi thermometer X dan Y
                 =    
5.      Anomalii air adalah sifat pemuaian air yang tidak teratur, yaitu ketika dipanaskan suhu 00C sampai dengan 40C akan menyusut sedangkan pada suhu diatas 40C akan memuai. Pada suhu 40C, massa jenis air mencapai nilai maksimum karena volumenya minimum.
B.     Saran
Dengan adanya makalah ini penulis ingin menyarankan bahwa makalah ini tidak hanya bahan bacaan semata, akan tetapi dapat dijadikan sebagai sarana untuk penambahan wawasan dan pengetahuan bagi pemabaca khususnya yang mendalami ilmu Fisika.





DAFTAR PUSTAKA
Supianto, 2006. FISIKA Untuk SMA kelas X. Phibeta : Jakarta

No comments: